Catatan & Puisi

Jangan Kerdilkan Pers Mahasiswa !

"Ketidakbebasan Pers" (http://miftagv.files.wordpress.com/2013/07/kebebasan-pers.jpg)

Jika mengingat kembali peristiwa di bulan Mei 1998, pasti ada rasa duka dan rasa bahagia. Rasa duka ketika beberapa mahasiswa ditembak mati oleh aparat keamanan yang berdalih mengamankan Negara.  Rasa duka yang mendalam, juga, ketika aparat-aparat –yang katanya penegak hukum-  itu  menuduh gerakan mahasiswa sebagai salah satu upaya subversif. Namun, ada rasa bahagia ketika melihat jatuhnya musuh bersama saat itu, yaitu Soeharto.


Peristiwa “runtuhnya” rezim Soeharto tersebut- walaupun tindakan represesif dan simbol-simbol korupsi,kolusi dan nepotisme setelah peristiwa itu masih belum pudar-  khususnya bagi mahasiswa,  menjadi sejarah kesuseksesan mahasiswa di mata para aktivis mahasiswa saat ini. Hal itu seakan menjadi puncak momentum kebangkitan pergerakan mahasiswa. Mau tak mau,  itu semua tak lepas dari peran  mahasiswa dan gerakan yang dibuatnya untuk melawan rezim otoritarianisme saat itu.

Tetapi, ketika memetakan kembali gerakan mahasiswa saat itu, pasti ada salah satu kelompok mahasiswa yang menjadi  “penyulut” api juang pergerakan mahasiswa. Mereka membentuk opini mahasiswa dengan tulisan-tulisan kritik yang garang. Goresan tersebut pula yang memicu semangat perlawanan akan penindasan, kediktatoran dan lain sebagainya. Mereka membawa gerakan mahasiswa pada satu titik kesimpulan: Bahwa Soeharto harus turun!
Merekalah Pers Mahasiswa (Persma).

Sejarah organisasi persma adalah sejarah pergerakan mahasiswa.Bahkan romantisme gerakan mahasiswa dengan persma sudah jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.  Sejarah di era sebelum kemerdekaan mencatatkan bahwa munculnya gerakan kebangkitan nasional yang dipelopori oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa adalah cikal bakal lahirnya persma. Saat itu, organisasi gerakan mahasiswa mempunyai media penerbitan sendiri. Contohnya yaitu  Perhimpunan Indonesia dengan majalah Hindia Putra (1908), Jong Java dengan Tri Koro Dharmo (1914), Oesaha Pemoeda (1930) oleh mahasiswa Indonesia di Kairo Mesir, dan banyak lagi. Setelah merdeka, barulah organisasi persma -yang aktifitas utamanya adalah jurnalistik- marak munculnya, yaitu dengan dibentuknya wadah organisasi persma pada tahun 1955 seperti Serikat Pers Mahasiswa Indonesia dan Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia.

Idealisme pergerakan mahasiswa mungkin tak bisa bisa lepas dari semangat persma yang ikut mengambil peran, meminjam Moh. Fathoni dkk dalam buku Menapak Jejak Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, sebagai bagian dari gerakan perubahan. Gerakan perubahan tersebut bisa kita lihat dengan turut andilnya persma dan gerakan mahasiswa dalam setiap pergantian rezim kepemimpinan presiden di Indonesia.

Selain kebebasan pers umum, kita patut mempertanyakan bagaimana kebebasan persma sebagai pelaku kegiatan pers dan jurnalistik.  Bentuk-bentuk penindasan  kerap  dilakukan oleh para pemangku kebijakan -khususnya para birokrat kampus- terhadap persma. 

Jika dijaman Soeharto, pers umum maupun persma sangat dibatasi gerakannya, kini, meskipun sudah ada UU Keterbukaan Informasi, persma masih kerap dipersulit untuk melakukan kegiatan jurnalistik. Juga, pemberitaan persma yang menyangkut isu-isu sensitif -seperti transparansi dana pembayaran SPP, birokrat kampus yang terindikasi korup dan komersialisasi pendidikan perguruan tinggi- acap kali direspon dengan ancaman pemotongan dana kegiatan persma dan ancaman pembredelan. 

Memang persma hanyalah sekumpulan anak muda yang mencoba melakukan kegiatan jurnalistik sebagai pemula. Tetapi, persma menjunjung tinggi pers dan mahasiswa, dimana masing-masing memiliki tanggung jawab sosial yang besar bagi kehidupan masyarakat kampus dan masyarakat luar kampus.

Kita pasti mengetahui pentingnya suatu media dan informasi. Tetapi apakah media dikampus, contohnya media terbitan langsung birokrat kampus, sudah memenuhi fungsi pers ? Saya rasa hanya fungsi sebagai media informasi saja.  Lantas bagaimana dengan fungsi pers sebagai kontrol sosial ? Apakah sudah ada dalam media terbitan birokrat kampus ? Saya rasa tidak. Fungsi kontrol sosial itulah yang menjadi tujuan bersama seluruh organisasi persma yang ada. Entah itu dilingkup fakultas, jurusan, maupun universitas.

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.