Catatan & Puisi

ilustrasi (sumber: Antara)

Note: Selamat Pagi Dunia yang semakin hari makin tua ini. Setelah sekian lama absen (post terakhir adalah Juli 2018, berarti hampir 7 bulan), lagi-lagi saat pertama kali mengecek, blog ini tak ada ubahnya seperti almari buku berdebu dengan ketebalan mungkin sekitar 5cm. Saking tebalnya, mungkin sudah bisa dipakai untuk menanam benih daun rosemari. Pun, menulis kembali terasa membutuhkan stamina dan kapasitas otak yang lebih besar. Seperti komputer lama, pastinya menghasilkan CPU Usage yang tinggi ketika menjalankan aplikasi-aplikasi terbaru. Entah analogi itu cocok atau tidak. Langsung saja dalam tulisan kali ini saya akan sedikit menjabarkan dan menjelaskan apa itu KPI, terutama dalam bidang proyek konstruksi, terkhususnya manajemen proyek konstruksi. 

Apa itu KPI?

KPI adalah singkatan dari Key Performance Indicators atau dalam Bahasa Indonesia adalah Indikator Kinerja Utama (IKU). Dalam dunia modern yang saat ini semakin menuntut proses kuantifikasi atau kebutuhan untuk melakukan peniliaian sembarang hal atau apapun itu dalam besaran yang terukur (measurable magnitude), berbagai indikator telah dikembangkan dan diterapkan. KPI adalah indikator yang telah digunakan dan diterapkan pada sebuah sistem, sistem manajemen, organisasi, instansi, perusahaan, kelompok bahkan mungkin individu, yang berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai performa, kinerja, keberhasilan sutatu program, kebijakan, proyek, dari target, tujuan, sasaran yang ingin dicapai.

KPI dalam Proyek Konstruksi

Dalam proyek konstruksi kita pasti sudah mengenal dengan apa yang dinamakan segitiga kendala (The Triple Constraints, PMI 1970) yang terdiri atas biaya (Cost), waktu (Time) dan lingkup/kualitas (Scope/Quality). Dalam konsep ini, perubahan salah satu elemen akan mengubah satu atau dua elemen yang lain secara bersamaan atau seolah-olah saling tarik menarik (Suanda, 2015). Misalnya, waktu yang dipercepat akan berpengaruh terhadap biaya karena perlu penambahan sumber daya, atau misalnya peningkatan kualitas akan menambah biaya dan waktu seperti penggunaan metode konstruksi yang lebih advance, sehingga memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan, dibanding dengan metode konstruksi konvensional.

Triple Constrain tersebut dalam perkembangan selanjutnya berkembang karena tidak dapat menjadi tolak ukur utama dalam menilai kinerja utama sebuah proyek. Maka kendala-kendala lain mulai dimasukkan kedalam KPI, guna menghasilkan indikator yang lebih komprehensif.

Sebagai catatan perlu diketahui, bahwa tidak ada indikator yang tetap dan fix yang digunakan oleh proyek-proyek yang dilaksanakan. Dalam tulisan ini, beberapa indikator kinerja utama diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Leon dkk
Leon, dkk dalam penelitiannya menggunakan 8 indikator sebagai KPI dalam proyek konstruksi. Indikator atau parameter-paramter tersebut digali dari literatur atau penelitian-penelitian sebelumnya ditambah dengan wawancara ekslusif dengan ahli-ahli dan praktisi manajemen proyek konstruksi. Ke 8 indikator tersebut akan dijabarkan sebagai berikut

1. Cost Performance Index (CPI)

CPI mengukur seberapa efisien biaya proyek, dimana biaya yang membengkak (cost overrun) sangat dihindari. Rumus CPI adalah sebagai berikut:

CPI = BCWP/ACWP

dimana BCWP = Budget Cost for Work Performed; ACWP= Actual Cost for Work Performed

Perlu diperhatikan CPI dibawah angka 1 berarti pertanda cost overrun. CPI biasanya selalu dikontrol oleh Project Manager dalam satuan waktu dan tidak hanya memasukkan satu pekerjaan, namun memasukkan keseluruhan pekerjaan sesuai progress pekerjaan yang telah dilaksanakan.


2. Schedule Performance Index (SPI)

Seperti CPI, SPI mengukur indeks performa jadwal daripada proyek. SPI dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

SPI = EV/ PV

dimana EV= Earn Valued; PV= Planned Value

Earn value adalah jumlah uang yang diperoleh dari pekerjaan yang telah diselesaikan dalam satuan waktu. EV biasa diasosiasikan dengan BCWP. Sedangkan PV adalah biaya pekerjaan yangt telah dijadwalkan, disepakati dan direncankan dalam waktu tertentu. PV diasosiakan dengan BCWS dalam konsep Earned Value Management (EVM).


3. Quality Performance Index (QPI)

QPI dalam industri konstruksi membantu memastikan proyek akan mencapai syarat yang sesuai dengan standar kualitas. Rumus QPI adalah:

QPI= total biaya langsung + tidak langsung pekerjaan ulang yang telah dikerjakan/ total biaya pada tahap konstruksi


4. Profitability Performance Index (PFI)

PFI mengukur pendapatan yang diperoleh kontraktor sebelum dikenakan pajak dan bunga. Rumus PFI adalah:

PFI= ER/ACWP

dimana ER= Earn revenue, pendapatan yang ditelah dibayarkan maupun belum dibayarkan oleh owner untuk pekerjaan aktual yang telah diselesaikan dalam kurun waktu tertenut; ACWP= Actual Cost for Work Performed


5. Safety Performance Index (SFPI)

SFPI merupakan aspek penting untuk menjaga reputasi yang baik dalam industri konstruksi dan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan staf proyek dengan benar. Rumus SFPI adalah:

SFPI = (jumlah kecelakaan kerja x 200.000)/ total jam pekerjaan di lapangan


6. Environment Performance Index (EPI)

EPI mengukur seberapa jauh pelaksanaan proyek memberikan dampak positif bagi  sekitar dalam aspek lingkungan, ekonomi dll. Dalam perhitungan EVI, Leon dkk menggunakan indikator yang dikembangkan oleh The Movement for Innovation Sustainability Working Group, dimana rumus EPI adalah:

EPI= Jumlah Wi x Ni

dimana Jumlah Wi adalah jumlah bobot dari 6 indikator sebagai berikut yang dihitung sebagai berikut:

Jumlah Wi= Wo +We +Wa +Ww +Wb +Wt= 1:0

dimana Wo = weight of the operational carbon dioxide emission indi- cator; We = weight of the embodied carbon dioxide indicator; Wa = weight of the amount of water used in the project operation indica- tor; Ww = weight of the waste in the construction process indicator; Wb = weight of the biodiversity indicator; Wt = weight of the transport indicator; dan Ni = normalized measure of the environmental performance indicator i.


7. Team Satisfaction Performance Index (TSPI)

Dalam beberapa studi, tim proyek adalah salah satu kunci kesuksesan pelaksanaan proyek. Maka dari itu, wajib bagi project manager untuk mengorganisir tim agar berjalan dengan efektif dan efiisien. Dalam studinya, Leon dkk mengadopsi perhitungan  KPI yang dikembangkan untuk industri konstruksi United Kingdom. 

Leon dkk menjelaskan, perhitungan TSPI menggunakan metode kualitatif dengan penggunaan kuosioner dimana Anggota tim menilai tingkat kepuasan mereka berdasarkan empat bidang yang menjadi perhatian:
(1) jumlah pengaruh yang mereka miliki terhadap pekerjaan mereka,
(2) gaji dan kondisi mereka,
(3) rasa prestasi yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka, dan
(4) rasa hormat yang mereka dapatkan dari atasan.

Peringkat untuk bidang yang menjadi perhatian diukur pada skala dari 1 hingga 10, di mana 1 berarti sangat tidak puas dan 10 sangat puas. Peringkat keseluruhan TSPI ditentukan dengan menghitung rata-rata penilaian individu terhadap empat bidang tersebut.

8. Client Satisfaction Performance Index (CSPI)

Kepuasan pelanggan adalah salah satu dari indikator yang perlu diperhatikan dalam menilai performa dan kinerja dari delvery project. Seperti TSPI, CSPI juga menggunakan metode kualitatif dengan cara survey pada pelanggan. Pelanggan yang dimaksud disini adalah pengguna jasa konstruksi, yakni Owner Proyek. CSPI dihitung dengan rumus:

CSPI = Jumlah Wj x Rj

dimana Wj= bobot relatif kepuasan pelanggan dalam beberapa area konsen, yang dihitung menggunakan rumus:

Jumlah Wj=  ¼ Ws + Wc +Wq+ Wro+ Wec+ Wrc +Wse = 1,0

dimana Ws = weight of the control of project schedule; Wc = weight of the project within the client budget; Wq = weight of the quality of work; Wro = weight of the response to client orientation; Wec = weight of the effective communication; Wrc= weight of the response to complaints; Wse = weight of the environmental and safety procedures; dan Rj = rating for the client’s area of concern j on a scale from 1 to 10, where 10 is very satisfied


Referensi:
1. Leon, H., Osman, H., Georgy, M., & Elsaid, M. (2018). System Dynamics Approach for Forecasting Performance of Construction Projects. Journal of Management in Engineering, 34(1), 04017049. https://doi.org/10.1061/(ASCE)ME.1943-5479.0000575

2.Fleming, Q. W., and Koppelman, J. M. (2010). Earned value project management, 4th Ed., Project Management Institute, Newton Square, PA.

3. PMBOK, Project Management Institute

4. Fayek, A. R., Dissanayake, M., and Campero, O. (2003). “Measuring and classifying construction field rework: A pilot study.” Research Rep., Dept. of Civil and Environmental Engineering, Univ. of Alberta, Edmonton, AB, Canada.

5.OSHA (Occupational Safety and Health Administration). (2004). “OSHA forms for recording work-related injuries and illnesses.”

6. Constructing Excellence. (2004). “Respect for people: A framework for action.” The Rep. ofthe Respect for People Working Group, London.

7. Constructing Excellence. (2006). “U.K. construction industry key performance indicators.” London.
Holtekamp Bridge, Jayapura  (sumber: Times Indonesia)


Baiklah pada tulisan sebelumya sudah sedikit membahas salah satu metode penggambaran dalam Network Planning yakni AoA/ADM. Maka selanjutnya, dalam tulisan kali ini, akan sedikit lebih masuk lagi membahas istilah-istilah yang perlu dipahamid dalam NPT (yang juga otomatis dalam AoA dan metode lainnya) guna mendapatkan gambaran teknis yang jelas terkait penggunaan NPT.

Salah satu keunggulan dari NPT beserta metode AoA dan AoN didalamnya adalah kita bisa menghitung atau menggambarkan jalur kritis, yang mana bisa dibilang jalur kritis ini adalah ruh dalam network planning.

Apa itu jalur kritis? Jalur kritis menurut Soeharto:1995 dalam buku Manejemn Konstruksi karya Widiasanti & Lenggogani adalah jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jadi, jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai akhir

Pentingnya jalur kritis ini kita ketahui adalah karena dalam kegiatan-kegiatan yang masuk dalam jalur kritis akan berpengaruh terhadap keseluruhan jadwal proyek. Artinya bila salah satu kegiatan dalam jalur kritis tidak tepat waktu, maka proyek tersebut sudah dipastikan akan molor dan bertambah waktunya. Jalur kritis mewakili keseluruhan durasi dari proyek yang kita rencanakan.

Maka bisa dipastikan, sebagai pelaksana proyek konstruksi atau kontraktor, kegiatan-kegiatan pada jalur kritis ini harus dikawal & dikontrol dengan cakap dan seksama agar jadwal yang sudah direncanakan bisa ditepati. Diluar itu jika memang kegiatan pada jalur kritis ini terlambat, sebenarnya masih besar peluang untuk membawa progress proyek kembali ke track atau jalurnya sehingga masih sesuai dengan tenggat waktu yang disepakati, yakni dengan percepatan atau crashing program. Hal ini akan dibicarakan lebih dalam dilain waktu.

Dalam upaya mencari jalur kritis dalam network planning maka kita perlu mengenal istilah-istilah sebagai berikut yakni:

-Early Start (ES): waktu paling awal sebuah kegiatan dapat dimulai setelah kegiatan sebelumnya selesai.

-Late Start (LS) : waktu paling akhir sebuah kegiatan dapat dimulai tanpa memperlambat penyelesaian jadwal proyek

- Early Finish (EF) : waktu paling awal sebuah kegiatan dapat diselesaikan jika dimulai pada waktu paling awalnya (ES) sesuai dengan durasinya

- Late Finish (LF) : waktu paling akhir sebuah kegiatan dapat diselesaikan tanpa memperlambat penyelesaian proyek

Gambar diagram berikut menempatkan istilah-istilah yang baru saja dijelaskan, khusus pada metode AoA.

sumber: Widiasanti & Lenggogani

Untuk mencari jalur kritis dari kegiatan-kegiatan yang sudah kita deskripsikan dan disertakan masing-masing durasinya maka dibutuhkan perhitungan yang dikenal dengan perhitungan maju dan perhitungan mundur. Jika hanya menghitung salah satunya, kita tidak akan memperoleh jalur kritis yang kita inginkan. 

Tanpa contoh, kita akan sulit untuk mencernai maksud daripada perhitungan maju dan mundur ini. Maka akan disertakan contoh perhitungan dan penggambaran jalur kritis melalu metode AoA dibawah ini. 

Anggaplah kita sudah menentukan kegiatan-kegiatan beserta durasi dan prior activity nya dalam sebuah tabel.

KegiatanDurasi (hari)Prior Activity
A3-
B3A
C5A
D4B
E6C
F4D, E

Setelah memproleh tabel tersebut, tentu kita perlu menggambar diagram kerjanya. Gambar Diagram kerja dari proyek tersebut  menggunakan metode AoA adalah sebagai berikut:


Setelah menggambarkan diagram secara utuh, maka kita perlu memasukkan deksripsi-deskripsi didalamnya, dalam perhitungan maju kita mengisi terlebih dahulu ES dan EF nya yang akan digambarkan sebagai berikut

sumber: Widiasanti & Lenggogani

dalam perhitungan maju, untuk menentukan EF dari sebuah kegiatan digunakan rumus:

EF = ES + D

Misalnya pada contoh node 2, ES adalah 0 karena merupakan kegiatan awal, ditambah durasi dari kegiatan A yakni selama 3 hari. Maka diperoleh EF pada node 2 sebesar 3 hari. Karena metode diagram AoA mengharuskan node sebelumnya menjadi node awal pada kegiatan selanjutnya (ingat metode I-J) maka node 2 menjadi I dan node 3 menjadi J, serta node 4 menjadi node J pada kedua node diantaranya. Pada node 3 durasi kegiatan B adalah 3 maka dengan rumus didapatkan EF pada node 3 sebesar 6 begitu juga dengan node 4, memperoleh EF sebesar 8 karena kegiatan C berdurasi 5 hari. 

Pada pertemuan 2 anak panah seperti pada kegiatan D dan E, maka EF yang digunakan pada node 5 dipakai nilai atau jumlah yang terbesar dari perhitungan EF antara  Node 3-5 dan Node 4-5. Maka dari penjumlahan tersebut digunakan nilai EF sebesar 14. 

Sehingga selanjutnya diperoleh pada node 6 total durasi dari kegiatan/proyek yakni sebesar 19 hari.

Selanjutnya kita perlu melakukan perhitungan mundur, sehingga diperoleh perhitungan mundur sebagai berikut:

Sumber: Widiasanti & Lenggogani
Perhitungan mundur diperuntukan untuk mencari LS dari setiap kegiatan. Hitungan mundur dimulai dari node paling akhir kegiatan yakni dalam contoh ini adalah node 6. cara mencari LS adalah dengan menggunakan rumus

LS = LF-D

Sehingga pada node 5 diperoleh LS sebesar 14, karena LF pada node 6 (19 hari) dikurangi durasi kegiatan F (5  hari) begitu selanjutnya. Pada pertemuan 2 anak panah, berbeda dengan perhitungan majut, maka pada perhitungan mundur digunakan LS yang terkecil. Misalnya pada Node 3-2 dan Node 4-2, digunakan LS terkecil yakni 3 hari.

Dari perhitungan maju dan mundur tadi maka akan diperoleh jalur kritis. Jalur kritis tersebut dapat diketahui ketika kita menghitung Total Float dari masing-masing kegiatan. Jalur kritis merupakan kegiatan-kegiatan dengan Total Float sama dengan 0. 

Total float sendiri dihitung dengan rumus

TF = LF - EF atau LS-ES

Misalnya pada Node 6

TF = LF-EF = 19-19 = 0


Pada node 3

TF = LF-EF = LS-ES =  10-6 = 4

dan selanjutnya

Dari perhitungan tersebut maka dapat diperoleh jalur kritis yakni pada kegiatan dengan TF=0 yakni, 
A-C-E-F.

Dalam perhitungan mencari jalur kritis ini, TF daripada Node paling awal dan node paling akhir haruslah 0. Jika tidak maka dipastikan ada kesalahan dalam perhitungan maju/mundur anda.

Maka kegiatan A-C-E-F harus dipastikan tepat waktu, jika tidak durasi total proyek akan lebih dari yang kita rencanakan. 
Brandangersundet bridge, Norway (sumber: Skanska Construction)


Baiklah. Setelah sekian hari dari tulisan terakhir yang kurang mendalam tersebut, saya kembali meregangkan jari-jemari tuk menulis sesuatu yang tidak juga mendalam. Proses menulis “ketekniksipilan” ini cuma ingin menguji kembali pengetahuan dan ingatan saya terkait materi-materi dasar yang telah tuntas dipelajari dibangku perkuliahan strata 1 kemarin.

Baiklah tanpa berpanjang lebar, tulisan terakhir telah sedikit masuk membahas Network Planning Technique yang ternyata adalah satu group dalam keilmuan Operation Technique Research (OTR). Pada kesempatan ini saya hanya sedikit masuk lagi kedalam, tuk membahas salah satu teknik penggambaran diagram network planning yakni dengan metode aktifitas/kegiatan pada anak panah atau Activity on Arrow atau kerap juga disebut Arrow Diagram Method.

Hal mendasar dari AoA atau ADM ini adalah meletakkan kegiatan/aktifitas dalam anak panah, sedagkan untuk peristiwa/event/kejadian diletakkan pada lingkaran atau biasa disebut dengan node. Node pada bagian awal atau ekor anak panah disebut node I, sedangkan pada akhir atau kepala anak panah disebut node J.

Pada titik ini mungkin kita dapat bingung perbedaan antara activity dan event/peristiwa/node. Dalam buku Manajemen Konstruksi karya Dewiasanti & Lenggogani menjelaskan bahwa aktivitas adalah sebuah kegiatan yang merupakan bagian dari proyek. Sedangkan event adalah titik signifikan selama waktu proyek. Sebuah event bisa saja merupakan waktu yang mana suatu aktivitas diselesaikan atau waktu yang mana aktivitas seluruhnya selesai..

Jadi bisa disimpulkan jika node/event adalah tanda aktivitas sebelumnya, yang digambarkan dalam anak panah telah selesai, yakni node J. Karena metode ini menghubungkan setiap kegiatan, maka node J dari kegiatan sebelumnya akan menjadi node I pada kegiatan berikutnya. 

Sebagai tambahan karena priyek didefinisikan sebagai suuatu kegiatan yang ada  awal dan akhir, maka node-I dibutuhkan di awal dan node J diubutukan di akhir. Akhirnya dari hal itu kita bisa membuat jaringan kerja dari masing-masing kegiatan, dari awal sampai akhir atau proyek dinyatakan finish/selesai.

Berikut contoh sederhana penggambaran node I-J pada satu aktivitas/kegiatan

Node I-J dalam satu aktivitas (sumber: Widiasanti & Lenggogani)

Beberapa contoh lain sebagai penggambaran metode ADM adalah sebagai berikut

Contoh sederhana ADM/AOA (sumber: Widiasanti & Lenggogani)

Dalam gambar 1, ADM haruslah dilengkapi dengan deskripsi tambahan seperti nama kegiatan (pada anak panah) yang umumnya diwakilkan dengan huruf abjad atau angka. Penyertaan durasi pekerjaan masing-masing kegiatan pada anak panah juga wajib, untuk memberikan deskripsi yang jelas. 

Dalam gambar 2 diberikan tabel kegiatan/aktivitas dan tabel prior activity. Prior activity menjelaskan kegiatan mana yang sebelumnya perlu dilakukan sebelum kegiatan pada aktivitas itu dikerjakan. misalnya pada contoh 2, kegiatan B dan C dimulai ketika kegiatan A telah selesai.

Dalam kaitan dengan dunia konstruksi, urut-urutan kegiatan ditentukan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman bidang manajerial yakni manajer proyek dan staff dibidiang penjadwalan & cost control nya. Begitu juga dengan durasi, perhitungan durasi masing-masing kegiatan membutuhkan analisa yang lebih dalam lagi yakni analisa volume pekerjaan, alat dan tenaga kerja. Dari analisa itu bisa diperoleh gambaran durasi suatu pekerjaan. 

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.