Kadang kala, lampu di simpang jalan itu membawa suasana yang romantis. Aku berjalan, menatap langit yang sedang gerimis. Menyatulah antara sesuatu yang murni alamiah dengan sesuatu yang nyaris tak sempurna: Hujan dan Aku.
Mungkinkah hujan itu mengatakan sesuatu yang seoalah mempertegas "ke-Akuan-ku" ini? Dan sekaligus membuatku mafhum akan batas-batas dari "keterbatasan" itu?
Ah, dari jalan itu, aku akan tetap menjadi pribadi yang rapuh. Seperti kayu bakar, ditengah malam dimana kita berdua, O juwitaku, menatap alam dengan keyakinan yang khusyu.
Sebuah ke-pede-an yang nyaris tak terbendung oleh dan bahkan....Segenap air yang turun dari langit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bagus bung tulisan"nya.
BalasHapusLanjutkan...