![]() |
foto: damailahindonesiaku.com |
Catatan: Kurang lebih sudah 5 hari sejak aku mengirim artikel ke Mojok.co. Namun, tidak ada respon dari redaksi. Ya, aku pasrah aja (Ah, Sudahlah). Yang penting sudah mencoba berkontribusi. Aku juga sudah yakin kalau artikelku tidak akan diterima sebelum wacanaku luas dan kreatif dan mojok beud. Pun, dengan tidak menulis dengan terpaksa. Karena tidak ada respon tersebut maka artikelnya aku posting disini saja. Terima Kasih.
Tak usah pikir panjang, Kang Emil memang seorang pemimpin yang "suuppeeerrr"--dengan gaya khas Franky (Salah satu karakter anime One Piece)--sekali bagi kita semua. Pantaslah ia digadang-gadang bakalan naik nanti. Tunggu, naik kemana dulu ini? Naik ke Jakarta dan bersanding dengan Uni Fahira? Soal itu, biarlah mas Windu, mas Eddward, dan mas Arman Dhani yang nantinya mempropagandakan kepada khalayak ihwal dwitunggal yang akan membebaskan Jakarta dari kezaliman, kemungkaran serta persoalan-persoalan infrastrukturnya-yang sejak zaman baheula belum juga tuntas.
Atau,
menjadi RI-1, seperti yang dikira turis Jerman saat Konferensi Asia
Afrika di Bandung dulu ?
Seperti
yang diketahui saat itu beredar foto Kang Emil beserta beberapa
pemimpin berjalan bersama. Ada Jokowi, Luhut Panjaitan, dan beberapa
menteri-menterinya. Sontak, foto itu membuat khalayak terkesima akan
karisma kepemimpinan Kang Emil. Kang Emil yang menggerakan tangan dan
seolah-olah menunjuk sesuatu,seperti memerintah, dengan gaya Jokowi
disampingnya --yang hanya diam mendengarkan-- itu sungguh
mencerminkan seorang pemimpin yang benar-benar bekerja. Apalagi saat
itu ia menggulung lengan bajunya dan hanya sendiri menggunakan
kopiah (Intine beda sendiri). Maka pantaslah bule Jerman itu menganggapnya sebagai orang
nomor satu di Indonesia. Meskipun pada akhirnya kisah bule itu dianggap hoax dan masih dipertanyakan keabsahannya, karisma Kang Emil tidak akan
sirna. Orang sudah dari sononya ditakdirkan menjadi seorang pemimpin
kok!
Namun,
saya sendiri agak kecewa ketika gosip-gosip pencalonan Kang Emil itu
tidak ditanggapi. Hati saya remuk. Pastinya publik tidak akan sanggup jika
kelak nanti Indonesia tidak dipimpin olehnya. Saya juga tidak akan
sanggup, Kang! Saya sendiri berpositif ria saja bahwa bantahan itu
adalah salah satu strategi Kang Emil untuk memuluskan langkah 5 tahun
kedepan. Kang Emil mungkin masih malu-malu, soalnya 2019 itu masih
lama. Soal Jakarta dan Uni Fahira, saya rasa itu bisa dijadikan batu
loncatan Kang Emil untuk lagi-lagi melicinkan jalan ke sono!
Dengan
itu Kang Emil bisa mengambil “sedikit”(serupa tapi dikit aja)
jalan Jokowi dalam Pemilu Presiden tahun lalu. Nanti Kang Emil bisa
mengevaluasi bagaimana strategi-strategi Jokowi yang salah kaprah
kemarin dan kemudian dikembangkan. Seperti yang diketahui, salah satu
strategi Jokowi dalam memenangkan Pilpres kemarin adalah melalui
peran media Sosial. Banyak relawan Jokowi yang membantu melakukan
kampanye melalui media sosial. Sampai-sampai peneliti KataPedia, Dedy Rahman,
membuktikan bahwa suara media sosial adalah suara rakyat. Soal ini,
Jokowi memang mempunyai berbagai macam relawan yang membentuk tim
untuk melakukan pencitraan. Tapi kekurangannya, Jokowi tidak sebaik
Kang Emil sekarang dalam ihwal mengurus akun media sosialnya secara mandiri.
Jokowi pun terbilang kurang aktif dibandingkan Kang Emil. Yang
diperlukan Kang Emil adalah tetap mempertahankan gaya komunikasi
media sosial seperti biasanya. Nah, jelang 2019, baru siapkan
relawan-relawan. Saya siap membantu Kang Emil 100%.
Strategi
lainnya oleh Jokowi adalah pencitraan figur. Kalau ini tak usah
ditanyakan lagi, Kang Emil citranya sudah pol amat dah. Sosok
pekerja, merakyat, visioner, taktis, sudah tergambarkan jelas dalam
diri Kang Emil. Kang Emil memperbaiki taman-taman di kota Bandung
saja sudah sangat membuat khalayak klepek-klepek. Bukankah seorang
pria yang mencintai keindahan dan mengurus taman itu sudah sangat
romantis bagi masyarakat Indonesia? Belum lagi soal program smartcities
yang sudah mulai mewujud dengan
memaksimalkan teknologi. Lihat saja program seperti akta.online dan
yang tak kalah bekennya, yaitu “tombol panik” dimana program
android itu memudahkan pihak kepolisian untuk segera bertindak cepat
jikalau ada kejadian-kejadian tak menyenangkan seperti kebakaran,
begal motor, pencurian, dan tindakan kriminal. Sama seperti 911 dalam
film-film barat itu. Tak lupa pula dengan program-program seperti
#selasatanparokok, #gerakanpungutsampah, dan #OneDayNoRice, dimana
gerakan-gerakan itu cukup masif dan memperlihatkan sosok Kang Emil
yang persuasif kepada masyarakat untuk membangun Bandung yang
Bermartabat (Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat). Beberapa program
realistis juga turut memenangkan Jokowi dalam Pilpres tahun lalu.
Saya
bisa membayangkan bagaimana jadinya Indonesia jika dipimpin oleh Kang
Emil. Konsep Smart Cities akan digemakan diseluruh pelosok tanah air.
Kang Emil yang non partisipan partai politik sekaligus seorang
profesional pastinya akan sangat cocok berkolaborasi dengan gubernur
manapun ketika membangun Smart Cities. Mungkin juga pada nantinya
Smart Cities tersebut berada dibawah konsep besarnya yang mungkin
bernama Smart Nation. Ah, Kang Emil, semuanya berbasis smart. Apa-apa
smart. Sungguh sangatlah cocok dengan salah satu semangat UUD:
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Belum
lagi ketegasan Kang Emil yang sudah sangat diuji. Liat saja ia
dengan tegas menghukum warganya yang melanggar aturan. Saat itu iapernah menghukum warga yang ketahuan merusak fasilitas publik. Ia
menghukum 2 orang itu dengan push-up 60 kali. Lalu ia juga pernah
menghukum seorang gadis yang berselfie ria diatas bangku taman kota
Bandung dengan mengepel Jalan Braga. Hukuman itu dibertahukan melalui
akun twitternya. Langsung saja, seketika ia mengajak warga Bandung
untuk ngepel Jalan Braga Bareng .
Belum lagi beberapa hari yang lalu ia sempat-sempatnya menghukum
pemotor yang ternyata seorang mahasiswa di Universitas terkemuka di
Bandung. Lantas ia mengatakan, “Ternyata kepintaran tidak
berbanding lurus dengan kedisiplinan”. Masyarakat Indonesia memang
butuh kedisiplinan dan tanggung jawab bersamanya, Kang!
Karena
itu, tidak bisa dibayangkan -jika kelak nanti Kang Emil menjadi
Presiden- hukuman apa yang akan dia berikan bagi warga yang tidak
menaati aturan? Bisa jadi nanti akan berlaku, secara nasional,
push-up berjamaah bagi yang merusak fasilitas publik. Bisa juga
sekaligus dipimpin oleh instruktur senam “seksi”
-seperti yang pernah diadakan di Jakarta bagi para pekerja konstruksi
2 tahun silam. Sungguh terobosan hukuman selagi menyehatkan tubuh.
Maka
dari itu, “Kang Emil, hukum aku dong!”.
0 komentar:
Posting Komentar