Catatan & Puisi

,

Aku dan "Che"



Saat itu aku masih duduk dibangku SMP. Aku melihat seseorang menggunakan tas bertuliskan "Che Guevara" lengkap dengan ilustrasi wajahnya dan Che menggunakan topi baret khas militer. Entah, aku saat itu tertarik dengan -entahlah dan mungkin- "merk" tas tersebut. Apalagi, ketika mengunjungi clothing, aku melihat banyak merk Che Guevara tersebut. Tetapi, sayangnya, aku tidak jadi membelinya.

Pertemuan awal itu, tak punya kesan apa-apa selain soal "trend" anak muda dikotaku jaman itu. Apalagi, kotaku saat itu sedang booming-boomingnya dengan pakaian dari -yang mereka sebut- "Distro" tersebut.
Saat memikirkan itu kembali, aku jadi berpikiran mungkin yang membuat itu adalah orang-orang berhaluan Kiri (Marxis-Leninis). Ah, pemikiran itu hanya spontanitas dan spekulasi saja. Mungkin juga sebagai, cikal bakal keberanian kaum kiri yang saat ini makin ingin menunjukan eksistensinya melalui pakaian dll.

Barulah, saat aku begitu tertariknya dengan Marxisme, aku berhasil menemukan bahwa "Sang Che" tersebut adalah salah seorang revolusioner Marxis sejati. Bagaimana tidak, dia adalah salah seorang yang ikut menjadi pelopor revolusi di Kuba pada tahun 1959 yang berhasil menggulingkan rezim Batista (Aku belum juga membaca terkait revolusi Kuba tsb). 

Saat itu aku juga tidak sengaja menemukan salah satu website Marxisme. Website tersebut setidaknya memuat tulisan-tulisan pemikir Kiri. Disitu aku menemukan Che Guevara. Langsung saja, aku mengunduh berbagai tulisannya: Esensi Perang Gerilya, Kader Tulang Punggung Revolusi dan surat-surat yang ditulisnya untuk anak-anaknya.

Darisitu aku melihat bahwa Che memang seorang intelektual yang benar-benar kongkrit melakukan langkah "praxis" yaitu dengan menggunakan senjata dan turun ke medan peperangan. Beberapa tulisannya yang sudah aku baca adalah surat-surat kepada keluarganya (mungkin karena begitu pendeknya).

Setelah itu, beberapa bulan selanjutnya aku meninggalkan Che, padahal aku sempat mencetak tulisannya yang berjudul Esensi Perang Gerilya. Aku juga sempat membacanya, namun tak kuselesaikan. Entah mengapa. Setelah meninggalkan Che, untuk kajian kiri, aku lebih sering membaca di harian Indoprogress, dengan sedikit demi sedikit membaca langsung terjemahan karya Marx, Lenin, Engels, dan salah satu karya monumental kaum kiri: Manifesto Komunis. Namun, itu semuanya tidak ada yang selesai aku baca.

Sampai akhirnya, beberapa hari yang lalu aku kembali bernostalgia dengan Che melalui film tentangnya. Beberapa hari yang lalu aku baru saja menononton The Motorcycle Diaries. Film tersebut menceritakan kisah perjalanan 2 orang sahabat. Adalah Ernesto Guevara dan Alberto Granado, yang melakukan perjalanan keliling Amerika Selatan dengan menggunakan motor tua.

Dari film itu, aku mendapatkan bahwa perjalanan itulah yang menumbuhkan jiwa kemanusiaan dari Che. Dalam perjalanannya begitu banyak ia mendapatkan ketidakadilan dan kemiskinan yang merajalela. Salah satunya adalah saat ia sampai ke Chile. Ia melihat kehidupan pertambangan yang sangat begitu tidak adil memperlakukan buruh. Ia juga bertemu petani yang dirampas lahannya oleh orang-orang kaya. 

Che mendapatkan hidayah akan pentingnya jiwa kemanusiaan ditumbuhkan, seperti yang kemudian dia amanatkan kepada anak-anaknya.

Untuk anak-anakku

Hildita, Aleidita, Camilo, Celia,dan Ernesto terkasih:
Bacalah baik-baik surat ini, karena aku tidak lagi bersamamu. Praktis kau tidak akan mengingatku lagi, dan kau yang paling kecil tidak akan ingat padaku sama sekali. 
Ayahmu ini seorang manusia yang bertindak atas keyakinan yang dipegangnya dan setia pada pendiriannya. 
Tumbuhlah kalian sebagai revolusioner yang baik. Belajarlah yang tekun hingga kalian dapat menguasai teknologi, yang akan memungkinkan kalian menguasai alam. Camkan bahwa revolusilah hal yang pokok, dan masing-masing dari kita, seorang diri, tak akan ada artinya. 
Di atas segalanya, kembangkan selalu perasaan yang dalam pada siapapun yang mengalami ketidakadilan, dimanapun didunia ini. Inilah kualitas yang paling indah dari seorang revolusioner.
Hingga kapanpun juga, anak-anakku. Aku masih berharap melihatmu. Cium mesra dan peluk erat dari

 Ayah  

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.