Catatan & Puisi

Oh Hindia


(http://iwandahnial.files.wordpress.com/2012/05/lukisan-jaman-hindia-belanda.jpg)


Ada satu hal menarik dalam karya Semaoen berjudul Hikayat Kadiroen yang terus teringat olehku. Bukan tentang semangat humanis sang Kadiroen, melainkan kontemplasi sejenak Semaoen tentang zaman sebelum penjajah mendatangi Indonesia.  Kehidupan Bangsa Hindia  dahulu serba gampang. Masyarakat serba berkecukupan, karena mata pencaharian cuma sedikit. Yang hidup disekitar hutan memanfaatkan hutan tersebut untuk bercocok tanam dan bertani serta berternak. Yang di dekat laut ya nelayan.

Saat itu sudah banyak kerajaan-kerajaan berdiri. Biasanya raja dipilih oleh masyarakat sekitar. Secara hemat, konon, awal mula terbentuknya, sekolompok masyarakat berkumpul, kemudian hutan yang tadi dibuka. Kemudian jadilah suatu daerah kecil.  Masyarakat yang berkumpul tadi kemudian mulai berpikiran ketika ada hewan buas masuk menyerang desa. Kemudian dibentuklah pengamanan oleh orang-orang itu. Setelah itu mereka mulai membicarakan bahwa harus ada satu orang yang mengepalai daerah itu agar mengatur sistem-sistem untuk kelangsungan hidup orang-orang tersebut. Jadilah raja itu dimaksudkan untuk mengatur itu.

Akibat itu, raja-raja tadi tidak berkerja seperti rakyat lainnya. Otomatis dia tidak mempunyai penghasilan. Akhirnya, karena merasa memiliki wewenang, dia kemudian membuat sistem perpajakan.  Dia memungut hasil jirih payah rakyat dengan persenannya untuk menghidupinya.

Masyarakat tentu menganggap hal itu bisa diterima, mereka pikir itu adil dan sepadan karena raja tersebut turut membantu rakyat untuk mengatur kelangsungan hidup masyarakat sekitar.  Mengatur dalam arti melindungi masyarakat tersebut dari segala bahaya yang membahayakan mereka.

Tetapi, raja yang tidak adil, mengambil untung dari wewenangnya tersebut. Dia membebani rakyat dengan pajak yang tidak masuk akal. Ditambah lagi dengan kehidupan masyarakat yang semakin melarat. Akhirnya, masyarakat menganggap raja yang tidak adil itu, raja yang tidak becus.

Kita bisa melihat bagaimana kekuasaan telah membutakan Raja yang dulunya adalah bagian dari masyarakat komunal itu sendiri.

 

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.